Di era serba digital saat ini banyak dari kita
yang mendapatkan beberapa perbedaan dalam membaca dan memahami sesuatu termasuk
dalam hal perhitungan hasil pemilu terutama yang lagi hangat-hangatnya hasil
sementara PILPRES 2019. dimana masing-masing kubu atau paslon mengklaim
kemenagan menurut data yang mereka miliki masing-masing. berikut ini kami
jelaskan macam-macam metode pengambilan data dan perbedaanya,(https://kumparan.com/@kumparannews/memahami-beda-survei-quick-count-exit-poll-dan-real-count-di-pemilu-1pys9pnfcGx)
Survei
"Survei pada dasarnya instrumen untuk membaca perilaku pemilih pada saat survei digelar di satu daerah yang merepresentasikan populasi atau pemilih di daerah tesebut," ucap Yunarto kepada kumparan, Jumat (23/11).Menurutnya, ada istilah yang disalahartikan, seolah-olah survei jadi alat memprediksi hasil pemilu. Padahal, data yang diperoleh adalah data saat survei itu digelar yang bisa jadi masih sangat jauh dari hari pemungutan suara."Makanya pertanyaannya 'jika pemilu dilakukan hari ini, bukan siapa yang akan Bapak pilih'," lanjutnya.Setiap lembaga survei punya metode yang berbeda dalam menentukan sample, jumlah responden, teknik pengolahan data, termasuk penyajiannya. Hasil survei tidak bisa dibandingkan antara satu lembaga survei dengan yang lain, karena waktu pengumpulan data pun berbeda."Survei kebutuhannya untuk kandidaat dan timses, bukan untuk masyarakat," ucap Direktur Eksekutif Charta Politika itu.
Survei
"Survei pada dasarnya instrumen untuk membaca perilaku pemilih pada saat survei digelar di satu daerah yang merepresentasikan populasi atau pemilih di daerah tesebut," ucap Yunarto kepada kumparan, Jumat (23/11).Menurutnya, ada istilah yang disalahartikan, seolah-olah survei jadi alat memprediksi hasil pemilu. Padahal, data yang diperoleh adalah data saat survei itu digelar yang bisa jadi masih sangat jauh dari hari pemungutan suara."Makanya pertanyaannya 'jika pemilu dilakukan hari ini, bukan siapa yang akan Bapak pilih'," lanjutnya.Setiap lembaga survei punya metode yang berbeda dalam menentukan sample, jumlah responden, teknik pengolahan data, termasuk penyajiannya. Hasil survei tidak bisa dibandingkan antara satu lembaga survei dengan yang lain, karena waktu pengumpulan data pun berbeda."Survei kebutuhannya untuk kandidaat dan timses, bukan untuk masyarakat," ucap Direktur Eksekutif Charta Politika itu.
Quick Count
Quick count atau hitung cepat adalah metode penghitungan untuk mengetahui hasil pemilu secara prediktif dan cepat di hari pemungutan suara. Data quick count diperoleh dari berita acara hasil penghitungan suara (C1) di TPS."Quick count membaca C1 yang merekam hasil penghitungan suara di TPS. Sampel yang dipilih merepresentasikan populasi dengan memilih TPS-TPS secara random sehingga representatif," papar Yunarto.Data hasil pemungutan suara dari TPS-TPS yang dijadikan sampel dikumpulkan dan ditampilkan secara real time dalam bentuk tabulasi. Berapa pun data yang masuk akan diakumulasi dalam presentase (100%). Biasanya ditayangkan melalui media.Meski bukan hasil resmi KPU, namun quick count dianggap menggambarkan hasil pemilu sesungguhnya, sehingga lembaga survei berlomba-lomba menjadi yang terdepan menampilkan data quick count. Meski, di Pilpres 2014 hasil di tiap lembaga survei berbeda.Pada Pileg 2014, UU Pileg dan Peraturan KPU mengatur quick count hanya bisa ditampilkan dua jam setelah pemungutan suara, atau pukul 15.00 WIB. Tujuannya agar quick count tidak mempengaruhi pemilih yang masih melangsungkan pemungutan suara. Namun ketentuan ini dibatalkan MK.
Exit Poll
Exit poll adalah survei yang digelar di hari pemungutan suara. Metodenya menggunakan surveyor yang bertanya langsung kepada pemilih yang sudah selesai menggunakan hak pilih. Sampel ditentukan secara proporsional untuk menggambarkan populasi.Berbeda dengan quick count yang menggunakan data hasil penghitungan suara di TPS, hasil exit poll bisa diketahui lebih cepat karena sumber datanya adalah wawancara pemilih. "Kami biasanya sekitar 2.000 sampel (se-Indonesia) yang digunakan," ucap Yunarto.
Real Count
istilah real count sebetulnya tidak dikenal dalam Pemilu. Istilah ini muncul sejak KPU membuat terobosan pada Pemilu 2014 dengan menampilkan hasil penghitungan di seluruh TPS di Indonesia secara valid. Istilah yang dikenal adalah scan C1, yaitu hasil penghitungan di TPS yang dituangkan dalam form berita acara (C1), discan oleh petugas KPPS dan diserahkan ke KPU kabupaten/kota, lalu dikirim ke KPU RI untuk ditampilkan dalam bentuk tabulasi secara real time di website KPU. Scan C1 dari TPS tempat Ahok nyoblos (Foto: Dok. KPU)Scan C1 dari TPS tempat Ahok nyoblos (Foto: Dok. KPU)Scan C1 dari TPS tempat Ahok nyoblos (Foto: Dok. KPU)Scan C1 dari TPS tempat Ahok nyoblos (Foto: Dok. KPU)Berbeda dengan quick count yang hanya sampling, metode scan C1 menampilkan seluruh TPS yang ada. Namun, lantaran data yang ditampilkan adalah hasil hitung sesungguhnya, hasil dari real count ini tidak biasa diketahui cepat, tapi bisa berhari-hari.Ada daerah yang dalam 3 hari sudah 100% data yang masuk, namun ada daerah yang data masuk sangat lama karena kendala TPS yang sangat jauh, maupun kendala jaringan internet untuk mengirim scan C1.Tak hanya itu, meski data yang ditampilkan 100% sesuai dengan data di seluruh TPS, namun hasil scan C1 ini tidak bisa dijadikan rujukan karena bukan hasil resmi pemilu yang berasal dari rekapitulasi berjenjang secara manual. Selain itu, data dari scan C1 punya potensi salah karena diinput manual oleh petugas, meski kesalahan itu sangat minor.x
No comments:
Post a Comment